100 TOKOH BERPENGARUH DI INDONESIA

1. ABDUL HARIS NASUTION
(Jenderal Besar, Konseptor Perang Gerilya
dan Dwifungsi ABRI)


2. ABDUL QAHHAR MUDZAKKAR
(Mantan Pejuang 45, Pemimpin Gerakan Separatis)


3. ABDURRAHMAN WAHID
(Mantan Presiden RI, Tokoh Agama dan
Kemasyarakatan)


4. ADAM MALIK
(Diplomat, Mantan Menlu RI)


5. ADNAN BUYUNG NASUTION
(Advokat dan Pembela HAM)


6. AFFANDI
(Maestro Seni Lukis Indonesia)


7. AGUS SALIM
(Tokoh Pergerakan Nasional)


8. ACHMAD BAKRIE
(Pengusaha)

9. AHMAD DAHLAN
(Ulama, Pendiri Muhammadiyah)


10. ALI MOERTOPO
(Pemikir Orde Baru, Pelopor Modernisasi Intelijen)

11. ALI SADIKIN
(Mantan Gubernur DKI)


12. AMIEN RAIS
(Mantan Ketua MPR)


13. RJ. HABIBIE
(Man tan Presiden RI, Ahli Iptek)

14. BING SLAMET
(Musisi dan Seniman)


15. BUNG TOMO
(Tokoh Pertempuran 10 November)

16. CEPHAS
(Pelopor Fotografi Indonesia)


17. CHAIRIL ANWAR
(Penyair, Pelopor Sastrawan Angkatan 45)


18. CLIFFORD GEERTZ
(Antropolog)


19. D.N. AIDIT
(Pemimpin Partai Komunis Indonesia)


20. DAUD BEUREUH
(Ulama Besar Aceh)


21. DEWI SARTIKA
(Pelopor Pemberdayaan Perempuan)


22. DJOKOSOETONO
(Ahli Hukum, Pendiri Akademi Kepolisian)


23. GOENAWAN MOHAMAD
(Budayawan)


24. H.B. JASSIN
(Kritikus Sastra dan Pelopor Dokumentasi Sastra
Indonesia)


25. H.O.S. TJOKROAMINOTO
(Tokoh Pergerakan Nasional)


26. HAMKA
(Ulama dan Tokoh Masyarakat)


27. HASYIM ASY’ARI
(Ulama, Pendiri Nahdlatul Ulama)

28. HENDRICUS SNEEVLIET
(Pelopor Komunisme di Indonesia)


29. IBNU SUTOWO
(Man tan Dirut Pertamina, Penggagas Konsep
“Production Sharing” dalam Eksploitasi Migas)


30. IDJON DJANBI
(Pendiri Kopassus)

31. ISMAIL MARZUKI
(Komponis)


32. IWAN FALS
(Musisi)

33. JAKOB OETAMA
(Pendiri Kelompok Kompas Gramedia)


34. KARTOSOEWIRJO
(Pendiri Negara Islam Indonesia)

35. KASMAN SINGODIMEDJO
(Negarawan)


36. KHO PING HOO
(Penulis Cerita Silat)


37. KI BAGUS HADIKUSUMO
(Negarawan)


38. KI HADJAR DEWANTARA
(Bapak Pendidikan Nasional)


39. KUSBINI
(Musisi)


40. L.B. MOERDANI
(Mantan Menhankam/pangab dan Pangkopkamtib,
Pelopor Modernisasi Lembaga Intelijen Negara)


41. LIEM SENG TEE
(Pengusaha, Pendiri PT Sampoerna Tbk.)


42. LIEM SlOE LIONG
(Konglomerat Orde Baru)


43. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
(Mantan Presiden RI)

44. MOCHTAR KUSUMAATMADJA
(Ahli Hukum Laut Internasional dan Konseptor Wawasan
Nusantara)


45. MOHAMMAD HATTA
(Proklamator dan Wapres RI Pertama)


46. MOHAMMAD NATSIR
(Negarawan dan Mantan Perdana Menteri)

47. MOHAMMAD ROEM
(Diplomat dan Pejuang)


48. MOHAMMAD YAMIN
(Negarawan, Pejuang Kemerdekaan)

49. MUNIR
(Aktivis Pro-Demokrasi, Pejuang HAM)


50. MUSO
(Tokoh Komunis Indonesia)


51. NOTONAGORO
(Ilmuwan dan Negarawan)

52. NURCHOLISH MADJID
(Cendekiawan Islam)


53. OEI TIONG HAM
(Pengusaha)


54. OERIP SOEMOHARDJO
(Peletak Dasar Kemiliteran RI)


55. PATER BEEK
(Pastor)


56. PRAMOEDYA ANANTA TOER
(Sastrawan)

57. R.A. KARTINI
(Pelopor Pemberdayaan Perempuan)


58. RHOMA IRAMA
(Raja Dangdut)

59. RUDY HARTONO
(Maestro Bulutangkis Indonesia)


60. SARTONO KARTODIRDJO
(Pakar Sejarah)

61. SEDYATMO
(Penemu Sistem Fondasi “Cakar Ayam”)


62. SEMAUN
(Aktivis Komunis, Pemimpin Pemberontakan
PKI 1926)


63. SJAFRUDDIN PRAWIRANEGARA
(Negarawan)

64. SNOUCK HURGRONJE
(Antropolog)


65. SOE HOEK GIE
(Aktivis Mahasiswa Angkatan 66)

66. SOEDIRMAN
(Panglima Besar TNI, Pemimpin Gerilya dalam
Perang Kemerdekaan)


67. SOEDJATMOKO
(Intelektual)


68. SOEDJOJONO
(Pelukis)


69. SOEHARTO
(Jenderal Besar, Mantan Presiden RI)


70. SOEKARNO
(Proklamator dan Presiden Pertama RI)


71. SOEPOMO
(Ilmuwan dan Negarawan)


72. SOEPRIJADI
(Pemimpin PETA yang Memberontak terhadap
Jepang)


73. SOETOMO
(Aktivis Pergerakan Nasional)


74. SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IX
(Sultan Yogyakarta)


75. SUMITRO DJOJOHADIKUSUMO
(Begawan Ekonomi Indonesia)


76. SUKARNI
(Pejuang Kemerdekaan)

77. SURYA WONOWIJOYO
(Pengusaha, pendiri PT. Gudang Garam, Tbk.)


78. SUTAN SJAHRIR
(Negarawan)


79. SUTAN TAKDIR ALISJAHBANA
(Sastrawan Pelopor Angkatan Poedjangga Baroe)


80. SUWANDI
(Pencetus Ejaan Suwandi)


81. TAN MALAKA
(Pelopor Komunisme di Indonesia)


82. TEGUH SRIMULAT
(Seniman)


83. THAYEB MOHAMMAD GOBEL
(Pengusaha)


84. TIRTOADHISOERJO
(Wartawan dan Pelopor Industri Pers Bumiputera)


85. TJIPTO MANGOENKOESOEMO
(Pelopor Pergerakan Nasional)


86. TJOET NYAK DIEN
(Pemimpin Perang Aceh)


87. TJOKORDA RAKA SUKAWATI
(Penemu Sistem Tiang Pancang Sosrobahu)


88. TONY KOESWOYO
(Pelopor Musik Pop Indonesia)


89. USMAR ISMAIL
(Bapak Perfilman Nasional)


90. VAN DEVENTER
(Penggagas Politik Etis)


91. VAN OPHUYSEN
(Pencipta Ejaan Bahasa Indonesia Pertama)


92. VAN VOLLENHOVEN
(Bapak Hukum Adat)


93. W.R. SOEPRATMAN
(Pencipta Lagu Kebangsaan)

94. W.S. RENDRA
(Dramawan dan Penyair)

95. WAHID HASYIM
(Negarawan dan Tokoh Islam)


96. WAHIDIN SUDIROHUSODO
(Tokoh Pergerakan Nasional)

97. WIDJOJO NITISASTRO
(Ekonom Orde Baru)


98. WILLIAM SOERJADJAJA
(Pengusaha)


99. WIRJONO PRODJODIKORO
(Peletak Dasar Sistem Peradilan Indonesia)


100. YAP THIAM HIEN
(Advokat dan Penegak HAM)

ABDUL QAHHAR MUDZAKKAR – Seorang Patriot Yang Menjadi Pemberontak

Sumber : Wikipedia

Nama Abdul Qahhar Mudzakar lebih dikenal sebagai sosok pemberontak. Namun apabila kita mencermati lebih dalam latar belakang di balik sikap politiknya, kita akan tahu bahwa dia adalah “korban” di balik proses alamiah pembentukan tentara sebagai organisasi yang profesional. Nasibnya seolah mewakili nasib orang-orang daerah yang tidak bisa menentukan nasib sendiri

Qahhar lahir tanggal24 Maret 1921 di Kampung Lanipa, distrik Ponrang. Ayahnya bemama Malinrang, keturunan bangsawan yang cukup kaya dan terpandang. Setelah tamat sekolah rakyat di Lanipa, Qahhar melanjutkan studi ke Jawa. Ia memilih Solo dan masuk Sekolah Muallimin yang dikelola Muhammadiyah. Masa studinya hanya berjalan tiga tahun (1938-1941), kemudian terputus karena ia terpikat dengan perempuan asal Solo yang lalu dinikahinya.

Ia kembali ke Lanipa. Keluarga besamya gem par karena ia membawa istri orang Jawa. Di kampung halaman, Qahhar aktif dalam organisasi kepanduan yang berafiliasi dengan Muhammadiyah, yaitu Hizbul Wathan.

Jepang masuk ke Indonesia, dan Qahhar tertular eforia yang berharap Jepang bisa membebaskan Indonesia dari Belanda. Begitu bersemangatnya, sampai ia rela naik sepeda ke Rappang hanya untuk bertemu pemimpin pasukan Jepang. Singkatnya, ia berhasil menarik hati para saudara tua. Selama pendudukan Jepang di Sulawesi Selatan, ia bekerja sebagai pegawai Nippon Dohopo di Makassar.

Namun di tengah keluarga besar, sikap Qahhar yang anti-feodal membuatnya tersingkir. Ia dituduh memicu permusuhan di kalangan kaum bangsawan Luwu, sehingga dikenai hukuman ri-paoppangi tana, atau diusir dari Palopo, tanah kelahirannya. Qahhar pun kembali ke Solo untuk mendirikan perusahaan dagang dengan nama Usaha Semangat Muda. Ia meluaskan usahanya sampai ke Jakarta dengan mendirikan Toko Luwu. Di tokonya ini, Qahhar beberapa kali mengadakan pertemuan politik.

Pasca proklamasi, Qahhar mendirikan Gerakan Pemuda Indonesia Sulawesi (GEPIS) yang lalu berubah menjadi Angkatan Pemuda Indonesia Sulawesi (APIS), bagian dalam Angkatan Pemuda Indonesia (API). Qahhar bersama API ikut terlibat dalam rapat besar Ikada, Jakarta, 19 September 1945. Dalam rapat raksasa yang bersejarah itu, Qahhar bersenjatakan sebilah golok membela Soekamo dan Hatta dari kepungan tentara Jepang.

Dalam perkembangannya, APIS meleburkan diri ke dalam usaha perlawanan secara fisik menentang kembalinya penjajah, dengan nama Kebaktian Rakyat Indonesia (KRIS). Daerah operasinya mencakup Karawang, Subang, Tangerang, beberapa daerah di Jawa Tengah serta Jawa Timur.

Qahhar tidak bertahan lama di KRIS. Sejak awal pembentukan KRIS di Jakarta pada tahun 1945, Qahhar sudah menunjukkan ketidaksetujuannya. Tapi, bersama KRIS ia sempat berperan membebaskan 800 tahanan di Nusakambangan, sebagian besar adalah laskar yang berasal dari Bugis-Makassar. Laskar ini kemudian diberi pelatihan militer di Pingit, Yogyakarta, dan menjadi bagian Angkatan Perang RI yang diperbantukan pada Markas Besar Tentara.

Karir militer Qahhar mulai cerah ketika ia ditugaskan menjadi Komandan Persiapan TRI (Ten tara Republik Indonesia) di Sulawesi. Kesatuan ten tara di luar Jawa disatukan dalam Brigade XVI. Masalah mulai muncul ketika ia mulai tersingkir oleh perwiraperwira yang tnemang mempunyai pendidikan formal dan kemampuan teknis militer yang memadai, walaupun mereka kurang memiliki kharisma di kalangan prajurit. Bagaimanapun Qahhar adalah tentara yang lahir karena proses “kebetulan”, walaupun pengaruhnya sangat kuat di antara anak buahnya. Qahhar hanya diposisikan menjadi orang kedua dalam brigade ini. Dari pengangkatan Letkol J.F Warouw sampai Letkol Lembong sebagai pemimpin brigade, Qahhar menolak mengakui mereka. Bahkan ia memberi instruksi untuk tidak berhubungan mereka “jika tidak seizin atau persetujuannya”.

Selain masalah popularitas di kalangan para prajurit, konon pertentangan itu juga dilatarbelakangi oleh persaingan etnis. Qahhar merasa orang-orang Manado-Minahasa yang menjadi anak emas dalam kemiliteran yang formal. Kebetulan kedua letkol itu memang berasal dari Minahasa. Qahhar pun melepaskan jabatannya sebagai wakil komandan Brigade XVI. Ia diberi tugas membentuk Komando Seberang yang meliputi Kalimantan, Sunda Kecil, Maluku, dan Sulawesi. Pimpinan Komandan Grup Seberang lalu diserahkan padanya. Kesatuan inilah yang kemudian menjadi basis kekuatannya dalam gerakan DI/TII di Sulawesi Selatan.

Ketika kedudukan Komandan Grup Seberang dihapuskan, Qahhar menjadi perwira tanpa jabatan. Ia sempat ditugaskan ke Sulawesi Selatan, 1950. Sejak saat itu ia tidak pemah lagi kembali dalam lingkungan angkatan perang Republik Indonesia. Ia memutuskan untuk menempuh jalannya sendiri, ketika . merasa semua pengabdiannya tidak mendapat ba­lasan sepadan.

Kemarahan makin memuncak saat pemerintah Soekamo menolak masyarakat Bugis-Makasar untuk bergabung dengan angkatan perang RI dalam suatu kesatuan yang mandiri bemama Hasanuddin, pahlawan kebanggaan mereka. Pada tahun 1952, Qahhar membentuk brigadenya sendiri. 7 Agustus 1953, secara resmi Qahhar menggabungkan kekuatannya dengan Kartosoewirjo yang memiliki basis pengikut di Jawa Barat. Qahhar dan para pengikut fanatiknya pun menjadi bagian dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Pada paruh pertama dekade 1950-an, gerakan separatisme yang dipimpin Qahhar di Sulawesi Selatan sempat menyulitkan aparat keamanan RI. Tapi seiring berjalannya waktu, kekuatan Qahhar makin melemah. Namun ia tetap bertahan di hutan belantara dan tak mau menyerah.

Menurut Anhar Gonggong, pemberontakan Qahhar, dalam setiap babak memiliki tipikal yang berbeda. Periode 1950-1952, merupakan wujud dari akumulasi kekecewaan yang dialami Qahhar. Mulai 1953 hingga kematiannya, pemberontakan Qahhar sudah dilandasi oleh semangat keagamaan Islam. Bersama Kartosoewirjo dan Daud Beureuh, ia menjadi ikon gerakan separatis yang bemuansa agama Islam. Qahhar juga menjadi simbol resistensi daerah terhadap dominasi pusat, yang pemah menjadi ancaman serius bagi perpecahan bangsa pada dekade 50-an.

Pemberontakan Qahhar yang melibatkan 15.000 pengikut itu berakhir dengan kematian Qahhar pada tanggal 2 Februari 1965. Qahhar, presiden/khalifah Republik Persatuan Islam Indonesia (RPII), tewas ditembak Kopral Sadeli dari Divisi Siliwangi di pinggir Sungai Lasalo.

ABDUL HARIS NASUTION – Konseptor Perang Gerilya

Aankomst van generaal Abdul Harris Nasution van Indonesië op Schiphol .*3 mei 1971

“Tentara yang tidak mendapat dukungan rakyat pasti kalah.”

Jenderal Besar A.H. Nasution adalah sosok yang tak mungkin dilupakan oleh bangsa ini. Tokoh ini bisa tampil tegar, misalnya dalam mengambil sikap ketika kekuatan komunis Il1.erajalela, tetapi Pak Nas juga bisa menitikkan air mata ketika melepas jenazah tujuh Pahlawan Revolusi di awal Oktober 1965.

Pak Nas dikenal sebagai penggagas Dwifungsi ABRI Konsep yang digagasnya telah menyimpang ke arah yang destruktif. Orde Baru yang ikut didirikannya (walaupun ia hanya sesaat saja berperan di dalamnya) telah menafsirkan konsep itu dalam peran ganda militer yang sangat represif dan eksesif. Tentara tidak lagi menjadi pembela rakyat, tetapi bermain dalam lapangan politik.

Selain konsepsi dwifungsi ABRI, ia dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Strategy of Guerrilla Warfare. Selain diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, ·West Point, Amerika Serikat.

Abdul Haris Nasution lahir 3 Desember 1918, di Kotanopan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Anak petani ini bergelut di dunia militer setelah sebelumnya sempat menjadi guru di Bengkulu dan Palembang. Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, ia ikut mendaftar. Selanjutnya, ia menjadi pembantu letnan di Surabaya. Tahun 1942 ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Pasukannya bubar. Bersepeda, ia lari ke Bandung. Di kota ini ia bekerja sebagai pegawai pamong praja. Tidak betah dengan pekerjaan sebagai priyayi, tahun 1943 ia masuk militer lagi dan menjadi Wakil Komandan Barisan Pelopor di Bandung.

Setelah Jepang kalah perang, Nasution bersama para pemuda eks-Peta mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Karirnya langsung melesat dan Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima Divisi Ill/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jenderal Soedirman). Tapi, sebulan kemudian jabatan “Wapangsar” dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung 1949, ia diangkat menjadi KSAD.

Dalam Revolusi Kemerdekaan 1(1946-1948), ketika memimpin Divisi Siliwangi, A.H. Nasution betul-betul mempelajari arti dukungan rakyat dalam suatu perang gerilya. Dari sini lahir gagasannya ten tang metode perang gerilya sebagai bentuk perang rakyat. Metode perang ini dengan leluasa dikembangkannya setelah Pak Nas menjadi Panglima Komando Jawa pada masa Revolusi Kemerdekaan II (1948-1949). Ia menyusun Perintah Siasat No. I, yang berisi Ujuklak” tentang persiapan perang gerilya. Instruksi tersebut kemudian dikenal sebagai doktrin upertahanan rakyat total”. Doktrin itu sampai hari ini masih dianut militer Indonesia.

Pak Nas merupakan sosok yang bisa mengambil jarak terhadap kekuasaan. Meski mengaku mengagumi Soekarno, ia tidak menyangkal kalau sering terlibat kont1ik dengan presiden pertama RI ini. Perang dingin di antara keduanya muncul ketika ia tidak bisa menerima intervensi politisi sipil dalam persoalan internal militer. Ia lalu mengajukan petisi agar Bung Karno membubarkan Parlemen (Peristiwa 17 Oktober 1952). Karena dianggap menekan Presiden akhirnya Pak Nas dicopot dari jabatannya. Tapi, konflik internal AD tak kunjung reda, sehingga tahun 1955 Bung Karno memberikan lagi jabatan yang sama. Hubungan keduanya pun mulai membaik. Bahkan KSAD jadi co-fonnateur dalam pembentukan Kabinet Karya dan Kabinet Kerja.

Selanjutnya, giliran Pak Nas yang menyeberang ke pentas politik. Tahun 1957, terjadi pemberontakan PRRIjPermesta, Bung Karno menyatakan SOB (negara dalam keadaan perang). Ia ditunjuk sebagai Penguasa Perang Pusat dan pemberontakan bisa dipatahkan dengan cepat. Tapi, di konstituante, para anggota parlemen terus berdebat tentang UUD baru. Pertengahan 1959, perdebatan menjurus pada perpecahan. Sebagai Penguasa Perang, Pak Nas mengajukan gagasan pada Bung Kamo untuk “kembali ke UUD 1945”. Tangga15 Juli 1959, keluarlah Dekrit Presiden yang bersejarah itu.

Tapi bulan madunya dengan Soekamo tidak berlangsung lama. Sejak awa11960-an, hubungan kedua tokoh itu mulai renggang. Ia tak bisa menerima sikap Bung Kamo yang dekat dengan PKI. Pertentangan antara keduanya akhimya menjadi rivalitas terbuka pasca peristiwa G 30 S. Pak Nas bekerjasama dengan Pangkostrad Mayjen Soeharto, menumpas habis PKI. Bung Karno tidak mau “menyalahkan” PKI. Akhirnya Pemimpin Besar Revolusi itu pun terguling.

Nasution nyaris menjadi korban G-30 S. Namanya termasuk dalam daftar penculikan. Beruntung, ia dapat lolos dari kepungan, walaupun kehilangan puterinya, Ade Irma Suryani. Pak Nas memang sosok yang berani terang-terangan menentang komunis. Pada tahun 1948 ia memimpin pasukan Siliwangi menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Ia juga aktif menghalangi manuver-manuver PKI, antara lain menentang usul mempersenjatai buruh dan tani.

Awal pemerintahan Orde Baru, Pak Nas sempat berperan. Semula, beberapa tokoh AD, seperti Kemal ldris, H.R.Dharsono, dan Sarwo Edi, mendesaknya untuk menjadi presiden. Tetapi, Pak Nas hanya menjadi Ketua MPRS. Tahun 1968, lewat keputusannya, MPRS mengangkat Soeharto menjadi presiden.

Kemesraan Nasution-Soeharto juga tidak lama. Setelah Soeharto berkuasa, Nasution malah disingkirkan. Keterlibatannya dalam Petisi 50 dianggap sebagai biang keladinya. Puncaknya, 1972, setelah 13 tahun memimpin angkatan bersenjata, Nasution dipensiunkan dini dari dinas militer. Sejak saat itu Nasution tersingkir dari panggung politik.

Dalam masa tuanya, Pak Nas sempat dibelit persoalan hidup. Rumahnya di JI. Teuku Vmar Jakarta, tampak kusam dan tidak pernah direnovasi. Secara misterius pasokan air bersih ke rumahnya terputus, tak lama setelah Pak Nas pensiun. Namun, setelah 21 tahun dikucilkan, tiba-tiba Nasution dirangkul lagi oleh Soeharto. Tanggal 5 Oktober 1997, bertepatan dengan hari ABRI, prajurit tua yang dikenal taat beribadah itu dianugerahi pangkat Jenderal Besar bintang lima. Selain Nasution, ada dua jenderal yang menyandang bintang lima sepanjang sejarah RI: yaitu Soedirman dan Soeharto.

Abdul Haris Nasution tutup usia di RS Gatot Soebroto, pukul 07.30 WIB, pada tanggal 6 September 2000.

ABDURRAHMAN WAHID – Mantan Presiden RI, Tokoh Agama dan Kemasyarakatan

4th President of Indonesia

“Ada empat misteri Tuhan di dunia ini; yaitu jodoh, rezeki, umur, dan ….. Gus Dur”

            Itulah sebuah ungkapan yang menyindir sikap Abdurrahrnan Wahid yang sulit ditebak. Gus Dur, begitulah ia disapa adalah politisi dan tokoh masyarakat yang memberikan nuansa baru, bukan saja dari sudut pandang Islam, tetapi juga demokrasi.

            “Titip aspirasi kepada orang lain saja bisa, kenapa kita harus membuat wadah sendiri untuk menyalurkan aspirasi politik,” katanya setelah Nahdlatul Ulama dalam muktamarnya yang ke-27, 1984, memutuskan untuk kembali ke Khittah 1926. Artinya, NU meninggalkan politik praktis. Namun pada hari Rabu, 20 Oktober 1999, cucu K.H. Hasyim Asy’ ari, pendiri NU itu, terpilih menjadi presiden. Artinya, ia kembali ke kancah politik praktis.

            Lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur, pada tanggal 4 Agustus 1940, Abdurrahrnan Wahid yang pernah kuliah di Universitas AI Azhar, Mesir, mulai mencuat setelah terpilih sebagai ketua umum PBNU. Anak sulung dari enam bersaudara dari A. Wahid Hasyim ini sebelumnya banyak memegang jabatan sebagai penasihat tim di berbagai departemen , seperti Departemen Koperasi, Departemen Agama, dan Departemen Hankam. Tokoh yang gemar mengoleksi kaset Michael Jackson dan lagu-Iagu klasik ini juga pernah menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta periode 1984-1985. Dalam Festival Film Indonesia tahun 1985 di Bandung, ia menjadi ketua dewan juri.

            Kiprahnya di dunia politik bagi sebagian orang kadang terasa membingungkan, cenderung plin-plan, dan terlalu kompromistis. Misalnya ketika pemerintah berencana mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Muria, Gus Dur menentangnya. Ketika Habibie mendirikan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) di akhir 1990, ia menolak bergabung. Gus Dur terkesan mengadakan perlawanan dengan mendirikan Forum Demokrasi. Tapi, pendulum politik Gus Dur mengayun lagi ke arah pemerintah pada Pemilu 1997. Walaupun bisa “ber_ gaul” dengan Megawati, saat itu, ia justru membuka jalan bagi Golkar berkampanye di depan massa NU.

            Saat orang-orang menghujat para pelaku Orde Baru, Gus Dur justru menemui Habibie, Wiranto, dan bahkan Soeharto. Alasannya masuk akal, walau sulit dipahami sebagian orang, yaitu untuk membangun dialog dan mencairkan kebekuan.

            Langkah kompromis Gus Dur, walau terkesan menentang arus, tak berpengaruh negatif terhadap perolehan suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai yang didirikannya dalam naungan ND. Dalam Pemilu 7 Juni 1999, PKB menduduki urutan ketiga (di bawah PDIP dan Golkar) dengan meraih suara 12%. Berdasarkan hasil itu, di atas kertas PDIP dan Golkar paling berpeluang menampilkan jagonya menjadi presiden. Tapi, dalam Sidang Umum MPR, koalisi Poros Tengah (PAN, PPP, dan partai-partai Islam) yang dipelopori Amien Rais mengajukan Gus Dur sebagai calon presiden, yang akhirnya terpilih secara demokratis mengalahkan Megawati.

            Gus Dur menduduki kursi presiden hanya dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, sebelum ia dipaksa mundur terkait dengan beberapa kontroversi. Buloggate hanyalah pemicunya saja, namun faktor utama yang menyebabkan Gus Dur kehilangan dukungan adalah sikapnya yang sering kontroversial.

            Betapa pun buruk prestasinya sebagai presiden, Gus Dur tetap memiliki karakter unik yang berperan besar dalam proses demokratisasi di Indonesia. Semangatnya dalam mengkampanyekan inklusivisme, pluralisme dan toleransi patut diacungi jempol. Energinya yang tak pernah habis untuk menjaga kebersamaan dalam kehidupan yang plural, layak kita catat dalam sejarah. Dan humor-humornya selalu mampu memberi inspirasi.

5 Tokoh Mahabharata Beserta Senjata Pusakanya

Dalam kisah Mahabharata, salah satu dari dua wiracarita besar India Kuno yang ditulis dalam bahasa Sanskerta. Mahabharata menceritakan kisah perang antara Pandawa dan Kurawa memperebutkan takhta Hastinapura. Ada banyak tokoh yang memiliki kemampuan berperang yang hebat, namun hanya beberapa tokoh beruntung yang dapat dipercayakan oleh dewa dan semesta untuk memiliki pusaka sakti. Berikut saya sampaikan beberapa tokoh dan senjata pusaka andalannya.

1. BIMA – GADA RUJAPALA

Litograf Bima terbitan Raja Ravi Varma Press.

Bima adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putra Kunti, dan dikenal sebagai tokoh Pandawa yang kuat, selalu bersifat kasar dan menakutkan bagi musuh, walaupun sebenarnya berhati lembut. Di antara Pandawa, dia berada di urutan kedua dari lima bersaudara. Saudara seayahnya ialah Hanoman, wanara terkenal dalam epos Ramayana.

Bima tinggal di kadipaten Jodipati, wilayah Indraprastha. Ia mempunyai tiga orang istri dan tiga orang anak, yaitu:

  1. Dewi Nagagini, berputra (mempunyai putra bernama) Arya Anantareja
  2. Dewi Arimbi, berputra Raden Gatotkaca
  3. Dewi Urangayu, berputra Arya Anantasena dan
  4. Dewi Rekatawati, berputra Srenggini.

Mahabharata menceritakan bahwa Bima gugur di pegunungan bersama keempat saudaranya setelah Bharatayuddha berakhir. Cerita tersebut dikisahkan dalam jilid ke-18 Mahabharata yang berjudul Mahaprasthanikaparwa. Bima setia pada satu sikap, yaitu tidak suka berbasa-basi, tak pernah bersikap mendua, serta tidak pernah menjilat ludahnya sendiri.

Pada usia remaja, Bima dan saudara-saudaranya dididik dan dilatih dalam bidang militer oleh Drona. Dalam mempelajari senjata, Bima lebih memusatkan perhatiannya untuk menguasai ilmu menggunakan gada, sebagaimana Duryodana. Mereka berdua menjadi murid Baladewa, yaitu saudara Kresna yang mahir dalam menggunakan senjata gada.

Gada Rujapala adalah Senjata Bima yang ia gunakan untuk membunuh Duryudana pada hari Terakhir , perang barathayuda. Pertarungan berlangsung dengan sengit dan lama, sampai akhirnya Kresna mengingatkan Bima bahwa ia telah bersumpah akan mematahkan paha Duryodana. Seketika Bima mengayunkan gadanya ke arah paha Duryodana. Setelah pahanya diremukkan, Duryodana jatuh ke tanah, dan beberapa lama kemudian ia mati. Baladewa marah hingga ingin membunuh Bima, namun ditenangkan Kresna karena Bima hanya ingin menjalankan sumpahnya.

2. ARJUNA – PANAH PASOPATI & BUSUR GANDIWA

Litografi Arjuna, diterbitkan di Delhi, 1920.

Arjuna seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia dikenal sebagai anggota Pandawa yang berparas menawan dan berhati lemah lembut. Dalam Mahabharata diriwayatkan bahwa ia merupakan putra Prabu Pandu, raja di Hastinapura dengan Kunti atau Perta, putri Prabu Surasena, raja Wangsa Yadawa di Mathura. Mahabharata mendeskripsikan Arjuna sebagai teman dekat Kresna, yang disebut dalam kitab Purana sebagai awatara (penjelmaan) Dewa Wisnu.

Hubungan antara Arjuna dan Kresna sangat erat, sehingga Arjuna meminta kesediaannya sebagai penasihat sekaligus kusir kereta Arjuna saat perang antara Pandawa dan Korawa berkecamuk (Bharatayuddha). Dialog antara Kresna dan Arjuna sebelum perang Bharatayuddha berlangsung terangkum dalam suatu kitab tersendiri yang disebut Bhagawadgita, yang secara garis besar berisi wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna karena Arjuna mengalami keragu-raguan untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang kesatria di medan perang. Senjata Pusaka yang digunakan Arjuna adalah Panah Pasopati dan Busur Gandiwa.

Perjalanan terakhir yang dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api yang sangat besar, yaitu Agni. Ia meminta Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habis dikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah berakhir pada zaman Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni lenyap dari hadapannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya. Ketika para Pandawa serta istrinya memilih untuk mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka, Arjuna gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa, dan Dropadi.

Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press.

Pasopati : PASO artinya Tepat. PATI artinya Mati. Jadi panah pasopati jika mengenai musuh atau lawan yang berupa Raksasa, Kesatria ataupun Saudara, Pastilah lawan tersebut menemui ajalnyaPanah Pasopati diberikan oleh batara guru, saat arjuna melakukan tapa pada lakon arjunawiwaha. panah tersebut digunakan arjuna untuk membunuh raja raksasa yaitu Niwatacaraka yang ingin mempersunting Dewi Supraba, selain itu digunakan untuk membunuh jayadarta dan Adipati Karna. Arjuna menerima Gandiwa dari Waruna atas rekomendasi dari Agni. Waruna juga memberikan Arjuna, dua Kantong Panah yang tak pernah habis, sebuah kereta yang dibuat oleh Wiswakarma yang memiliki bendera Hanuman, dan tunggangan empat Kuda putih yang lahir di wilayah Gandharwa.Gandiwa dikatakan menanggung beban yang berat (MBH 4,40), dan memiliki panjang ‘tãlamãtra’ (MBH 5,161, 8,68). Interpretasi Tãlamãtra bervariasi (pohon palem, sepanjang lengan, empat sampai enam hasta). Arjuna sudah bersumpah untuk memotong kepala siapa pun yang memintanya untuk memberikan busurnya.

3. KARNA – INDRASTRA

Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press.

Karna adalah nama Raja Angga dalam wiracarita Mahabharata. Ia menjadi pendukung utama pihak Korawa dalam perang besar melawan Pandawa. Karna merupakan kakak tertua dari tiga di antara lima Pandawa: Yudistira, Bimasena, dan Arjuna. Dalam bagian akhir perang besar tersebut, Karna diangkat sebagai panglima pihak Korawa, dan akhirnya gugur di tangan Arjuna. Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Karna menjunjung tinggi nilai-nilai kesatria. Meski angkuh, ia juga seorang dermawan yang murah hati, terutama kepada fakir miskin dan kaum brahmana. Menurut legenda, Karna merupakan pendiri kota Karnal, terletak di negara bagian Haryana, India Utara.

Karna dilahirkan Kunti melalui anugerah Dewa Surya, maka, Arjuna lahir melalui anugerah Dewa Indra. Menyadari kesaktian Karna, Indra merasa cemas kalau Arjuna sampai kalah jika bertanding melawan putra Surya itu. Maka, Indra pun bersiasat merebut baju pusaka Karna dengan menyamar sebagai seorang pendeta. Konon, jika mengenakan pakaian pusaka tersebut, Karna tidak mempan terhadap senjata jenis apa pun. Rencana Indra diketahui oleh Surya. Ia pun memberi tahu Karna, tetapi Karna sama sekali tidak risau. Ia telah bersumpah akan hidup sebagai seorang dermawan sehingga apa pun yang diminta oleh orang lain pasti akan dikabulkannya.

Indra yang menyamar sebagai seorang resi tua datang menemui Karna saat sedang sendirian. Ia meminta sedekah berupa baju perang dan anting-anting yang dipakai Karna. Karna pun mengiris semua pakaian pusaka yang melekat di kulitnya sejak bayi tersebut menggunakan pisau. Indra terharu menerimanya. Ia pun membuka samaran dan memberikan pusaka Indrastra baru berupa Indrastra (Wasawisakti) atau Konta (yang bermakna “tombak”) sebagai hadiah atas ketulusan Karna. Namun, pusaka Konta hanya bisa digunakan sekali saja, setelah itu ia akan musnah.

Ilustrasi dari kitab Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press.

Pada Mulanya Senjata ini digunakan untuk membunuh Arjuna, tapi naasnya senjata ini terpaksa Digunakan untuk membunuh Gatot Kaca.

Pada hari ketujuh belas Perang Kurukshetra, perang tanding antara Karna dan Arjuna etelah bertempur dalam waktu yang cukup lama, kutukan atas diri Karna pun menjadi kenyataan. Ketika Arjuna membidiknya menggunakan panah Pasupati, salah satu roda keretanya terperosok ke dalam lumpur sampai terbenam setengahnya. Karna tidak peduli, ia pun membaca mantra untuk mengerahkan kesaktiannya mengimbangi Pasupati. Namun, kutukan kedua juga menjadi kenyataan. Karna tiba-tiba lupa terhadap semua ilmu yang pernah ia pelajari dari Parasurama.

Karna meminta Arjuna untuk menahan diri sementara ia turun untuk mendorong keretanya agar kembali berjalan normal. Pada saat itulah Kresna mendesak agar Arjuna segera membunuh Karna karena ini adalah kesempatan terbaik. Arjuna ragu-ragu karena saat itu Karna sedang lengah dan berada di bawah. Kresna mengingatkan Arjuna bahwa Karna sebelumnya juga berlaku curang karena ikut mengeroyok Abimanyu sampai mati pada hari ketiga belas. Teringat pada kematian putranya yang tragis tersebut, Arjuna pun melepaskan panah Pasupati yang melesat memenggal kepala Karna. Karna pun tewas seketika.

4. YUDISTIRA – JAMUS KALIMASADA 

Patung Yudistira di Birla Mandir.

Yudistira adalah salah satu tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia merupakan yang tertua di antara lima Pandawa, atau para putra Pandu. Dalam tradisi pewayangan, Yudistira diberi gelar prabu dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaannya disebut dengan nama Kerajaan Amarta. Nama Yudistira dalam bahasa Sanskerta bermakna “teguh atau kokoh dalam peperangan”. Dalam kitab Mahabharata, ia juga disebut dengan nama Bharata (keturunan Maharaja Bharata) dan Ajatasatru Ia juga dikenal dengan sebutan Dharmaraja, yang bermakna “raja Dharma”, karena ia selalu berusaha menegakkan dharma sepanjang hidupnya.

Peran Yudhistira dalam peperangan Pandawa melawan Kurawa di Bharatayudha (Perang Kurukshetra) sangat besar. Yudhistira memilik strategi yang cukup ampuh saat menghadapi Durna. Dia menggunakan keahliannya memainkan tombak pada waktu bertarung melawan Salya, dan rasa adilnya ketika harus menghadapi Duryudana. Setelah berakhirnya perang Bharatayudha, Yudhistira dinobatkan menjadi Maharaja dunia dengan menjadi raja dari Hastinapura dan Amarta.

Yudhistira dalam perjalanan terakhirnya menuju gunung Himalaya para Pandawa dan Drupadi Bharatawarsha, Yudhistira meninggal dan ia menjadi orang terakhir yang meninggal dalam perjalanan menuju Himalaya dan masuk ke surga. Lagi-lagi di surga ia harus menerima ujian dan berhasil melewatinya.

Pertempuran Yudistira melawan Salya. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta Press.

Naskah Bharatayuddha mengisahkan bahwa Salya memakai senjata bernama Rudrarohastra, sedangkan Yudistira memakai senjata bernama Kalimahosaddha. Pusaka Yudistira yang berupa kitab itu dilemparkannya dan tiba-tiba berubah menjadi tombak menembus dada Salya. Salya adalah kakak ipar Pandu yang terpaksa membantu Korawa karena tipu daya mereka. Pada hari ke-18, ia diangkat sebagai panglima oleh Duryodana. Akhirnya ia pun tewas terkena tombak Yudistira.

5. KRESNA – CAKRA SUDARSANA

Lukisan Kresna sebagai juru damai, karya Raja Ravi Varma. Dalam lukisan, Kresna mencegah Satyaki, rekannya yang hendak menghadapi para Korawa yang tidak menyetujui usulan damai yang diberikan Kresna.

Kresna adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan

Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam wiracarita Mahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani.

Setelah perang usai, Yudistira diangkat sebagai Raja Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia memerintah selama 36 tahun. Sementara itu Kresna tinggal bersama kaumnya di Dwaraka. Karena Samba—putra Kresna—dan beberapa pemuda Yadawa telah mengolok-olok para resi yang mengunjungi Dwaraka, maka kaum Yadawa dikutuk agar hancur dengan menggunakan senjata gada yang dikeluarkan dari perut Samba. Atas perintah Ugrasena, senjata tersebut dihancurkan hingga menjadi debu lalu dibuang ke laut. Debu tersebut hanyut ke tepi pantai Prabasha dan tumbuh menjadi semacam tanaman rumput, disebut eruka.

Pada suatu perayaan, kaum Yadawa mengunjungi Prabasha dan berpesta pora di sana. Karena pengaruh minuman keras, mereka mabuk dan saling hantam. Perkelahian pun berubah menjadi pembunuhan massal. Saat menyaksikan kaumnya saling bunuh, Kresna menggenggam rumput eruka dan melemparkannya ke tengah percekcokan tersebut yang mengakibatkan ledakan hebat sehingga membunuh hampir seluruh kaum Yadawa yang ada di sana. Setelah kehancuran kaumnya, Baladewa meninggalkan tubuhnya dengan cara melakukan Yoga. Sementara itu, Kresna memasuki hutan dan duduk di bawah pohon untuk bermeditasi. Mahabharata menyatakan bahwa seorang pemburu bernama Jara mengira sebagian kaki kiri Kresna yang tampak sebagai seekor rusa sehingga ia menembakkan panahnya, menyebabkan Kresna terluka secara fana, sampai berujung ke kematiannya. Saat jiwa Kresna mencapai surga, tubuhnya dikremasi oleh Arjuna.

Kesabaran Kresna habis sehingga ia ingin membunuh Bisma dengan tangannya sendiri, namun dicegah oleh Arjuna. Lukisan karya Pariksit Dasa.

Senjata yang dimiliki Kresna salah satunya adalah Cakra Sudarsana. Dalam mitologi Hindu, Cakra Sudarsana adalah senjata berputar yang dahsyat berbentuk cakram dengan 108 gerigi tajam di tepinya. Senjata itu dimiliki oleh Dewa Wisnu. Cakra Sudarsana tampak dibawa di tangan kanan belakangnya, di antara empat lengannya yang lain, masing-masing membawa sangkakala (tangan kiri belakang), gada (tangan kiri depan), dan bunga padma di tangan kanan depan.

Menurut kitab Purana, Cakra Sudarsana adalah senjata penghancur yang tak terelakkan. Penggambaran Cakra Sudarsana bersama Wisnu juga berarti bahwa Wisnu adalah penjaga sekaligus penguasa surga dan benda angkasa.

Sekian informasi yang penulis bisa berikan.
Apabila masih banyak kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.